Thursday, 31 May 2012

Analisis Buku Peliputan InvestigasiDandhy Dwi Laksono


TUGAS RESUME
“Analisis Buku Peliputan InvestigasiDandhy Dwi Laksono


Oleh :
Wina Ratna Wulansari




BAB I
Apa Itu Investigasi?
            Bondan Winarno adalah salah seorang jurnalis yang pernah menangani (dalam hal investigasi) sebuah kasus besar dan sempat dibukukan yaitu “Bre-X : Sebungkah Emas di Kaki Pelangi”, dalam buku tersebut banyak hal yang dapat dipelajari seperti: baik ketekunan riset, metode peliputan, strategi membangun jaringan, teknik wawancara, logistik peliputan, hingga implikasi hukum setelah publikasi.
5 elemen Investigasi
            Ada hal-hal yang terkadang menjadi suatu perdebatan tentang definisi investigasi, biasanya menjadi suatu yang diperdebatkan adalah :
  1. Investigasi sebagai produk/ karya jurnalistik,
  2. Investigasi sebagai tkanik yang digunakan dalam peliputan.

Produk atau karya investigasi pasti menggunakan teknik investigasi dalam proses peliputannya. Tetapi teknik investigasi menghasilkan karya jurnalisme investigasi. Suatu berita dikatakan sebagai karya investigasi bukan dilihat dari panjang atau pendeknya suatu peliputan, melainkan apakah laporan itu mengungkap kasus kejahatan terhadap kepentingan publik, apakah laporan itu tuntas menjawab semua hal tanpa menyisakan sedikitpun pertanyaan, dan lain sebagainya.     
Maka, jurnalisme investigasi biasanya memenuhi elemen-elemen ini :
1.      Mengungkapkan kejahatan terhadap kepentingan publik, atau tindakan yang merugikan oranglain.
2.      Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis  (ada kaitan atau benang merah)
3.      Menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan memetakanpersoalan dengan gamblang.
4.      Mendudukan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung bukti-bukti yang kuat.
5.      Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan bisa ,membuat keputuatau perubahan berdasarkan laporan itu.
Kelima hal diatas juga mencakup unsur “ontologi, epistimologi, dan aksiologi” atau unsur “kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Ada elemen pilihan topik, ada elemen metodologi, dan teknik, ada elemen penggarapan materi liputan, dan ada elemen manfaat bagi publik serta menggerakan perubahan sosial. Laporan investigasi memang sepatutnya dikembangkan dari hasil temuan soendiri, bukan mengekor hasil investigasi pihak lain. Ada perbedaan besar antara membuat liputan investigasi dan memberitakan hasil investigasi. Elemen dalam sebuah karaya jurnalistik bisa disebut sebagai hasil investigasi bukan hanya terletak pada persoalan “orisinalitas” atau unsur “ditutup-tutupi” oleh pelakunya.
Bedanya dangan In-depth Reporting
1.       Regular News :
·          Laporan yang menceritakan
·          Menceritakan apa, siapa, diman, kapan, mengapa, bagaimana (5W+1H)
·          Sebagai Informasi (data) bagi publik
2.       In-depth
·          Laporan yang menjelaskan
·          Lebih menjelaskan bagaimana dan mengapa.
·          Memberi pengetahuan dan pemahaman
3.       Investigative
·          Laporan yang menunjukan
·          Lebih menunjukan apa dan siapa
·          Membeberakn dan meluruskan persoalan  dengan bergerak maju ke pertanyaan bagaimana bisa, sampai sejauh apa dan siapa saja.

Investigasi Sebagai Teknik Liputan
            Suatu pelitputan yang memakan waktu banyak dan hanya akan disiarkan dengan durasi lima menit apakan bisa disebut sebuah peliputan investigasi? Coba cocokan kembali dengan 5 elemen investigasi yang sudah diterangkan sebelumnya. Disitulah jawabannya, karena liputan investigasi tidak melulu liputanya yang berdurasi panjang. Dan tanpa kemampuan menjawab ihwal rangkaian kejadian, benang merah, atau unsur sistematis atau mengungkap siapa saja yang terlibat dan mestinya bertanggungjawab.
            Liputan biasa atau liputan investigasi yang berbobot  apabila sang wartawan terjun langsung ke lapangan, langsung mewawancari apa yang menjadi kasus yang akan digali. Mendatangi langsung tempat kejadian, daripada hanya menunggu suatu jumpa pers yang menerangkan suatu kasus oleh pihak tertentu.
Esensi Investigasi: Bukan soal besar-kecilnya isu
            Dalam buku ini banyak sekali contoh-contoh dimana para jurnalis yang membuat sebuah liputan investigasi yang isunya tidak selalu berjudul besar, ada salah satu kalimat Eugene yang menyatakan bahwa tidak harus selalu ada cerita penangkapan koruptor dalam sebuah liputan investigasi tentang proses pembuatan dan implementasi sebuah produk parlemen berupa undang-undang. Contoh saja pada karya yang meraih penghargaan Mochtar Lubis Award tahun 2009 untuk kategori liputan mendalam, bukan tentang kasus korupsi yan sedang “trend” untuk ditelusuri, karya bejudul “Skandal Limbah PMI”, tentang bagaimana Palang Merah Indonesia membuang limbahnya secara tidak bertanggungjawab. Jurnalis yang meliput kasus ter sebut adalah Monique Rijkers, Allan Maulana, dan Amrul Hakim dari Astro Awani yang ditayangkan secara berseri pada 22-25 Februari 2009.
Wartawan bukan Polisi
            Investigasi yang dilakukan jurnalis bukan investigasi dalam konsep kepolisian. Meski, sebagian teknik yang digunakan bisa sama saja, seperti melakukan pengamatan, pengintaian, atau bahkan penyamaran atau uji laboratorium. Namun jurnalis tetap saja seorang jurnalis, mereka tetap memiliki batasan, mereka tidak bisa menggeledah rumah atau kantor seseorang, tidak bisa menyita dokumen, dan jurnalis tidak mungkin memanggil paksa para narasumbernya apalagi sampai menangkap seseorang.


BAB II
Modal Investigasi?
Ada 5 modal dasar dalam investigasi :
  1. Kemauan, ketekunan, dan keberanian
Tanpa modal pertama ini, anggaran dan daya dukung logistik sebesar apapun akan membuat sebuah proyek investigasi macet dan Cuma menghambur-hamburkan uang. “ketekunan adalah kunci suksenya sebuah liputna investigasi. Tanpa ketekunan, wartawan akan mudah frustasi atau buru-buru mengambil kesimpulan.
  1. Jejaring yang luas
Membangun jejaring yang luas adalah salah satu kunci untuk mempermudah medapatkan suatu informasi, dal kerja investigasi sendiri jejaring yang bermanfaat biasanya justru mereka buakan seorang pejabat atau orang terkenal, seperti supir pribadai, sekretaris, satpam penjaga pintu, tukang parkir, pemilik kios rokok, bahkan tukang stempel sekalipun.
·         Pintu keluar terdekat
Membangun suatu jaringan yang paling mudah adalah mengikuti suatu keanggotaan organisasi wartawan yang memilik jaringn wartawan dari Sabang sampai Merauke.
·         Narasumber “Durian runtuh”
Terkadang pada saat melakukan suatu investigasi tidak sedikit para wartawan dengan tidak sengaja bertemu dengan narasumber yang sedang sulit sekali dicari pada suatu kasus.
·         Deep Throat atau Whistle Blower
Istilah ini biasanya diberikan kepada narasumber yang memberikan banyak bocoran informasi dan petunjuk selama proses investigasi. Hal ini sangat penting bagi peliputan investigasi utnuk mencari narasumber yang berpotensi menjadi whistle Blower. Mereka yang berpotensi menjadi Whistle Blower :
a.       Orang dalam instansi atau kelompok yang menjadi terget.
b.      Pesain atau kompetitor.
c.       Bekas orang dalam.
d.      Kelompok yang menjadi oposan
e.       Orang-orang dilingkar target yang tertangkap sedang dihukum, atau “bertobat”.
  1. Pengetahuan yang memadai
Banyak liputan besar digagas oleh temuan reporter-reportet lapangan, bukan hasil lamunan para redaktur atau produser tentang sebuah cerita konspiratif. Banyak sekali bahan disekitar kita untuk dijadikan suatu pelaporan investigasi asalkan mau membuka semua pancaindra dan teru merus melatih kepekaan, ketekunan dan kesabaran.
·         Menilai informasi
Semakin lama seorang wartawan berkarir, sering bergaul dengan siapapun, mendapatkan suatu informasi dari berbagai macam sumber, maka penilaian tentang suatu informasinya akan bertambah berbeda dengan waktu pertama kali mereka terjun kelapangan sebagai wartawan.
  1. Keterampilan menyusun dan mengemas laporan
Seorang wartawan harus mampu membuat sebuah laporan yang sesuai dengan media yang dia pegang pada saat ini, apakah media elektronik atau cetak. Pengemasan pelaporannya pun akan berbeda pada setiap media tersebut, agar publik dapat menangkap makna yang dimaksud oleh wartawan dalam peliputannya. Pemilihan topik juga menentukan cocok atau tidaknya dibawakan pada suatu media, karena mengingat kelebihan serta kekurangan yang dimiliki oleh setiap media.
  1. Dukungan institusi media
Hendaknya dalam suatu institusi media membebaskan para wartawannya dari istilah “mengejar setoran” agar mereka dapat menggali lebih dalam lagi tentang pelaporan investigasi. Begitu banyak media yang memiliki ratusan wartawan dan berkantor megah, namun jarang sekali mempunyai suatu pelaporan investigasi yang berbobot, itu semua dikarenakan oleh mindset yang sudah dibangun sejak awal.




BAB III
Perencanaan Investigasi
            Tanpa membeda-bedakan jenis medianya, setelah menentukan topik dan menakar bobot isunya, maka garis besar dari sebuah perencanaan dalam sebua proyek ialah sebagai berikut:
  1. Membentuk tim (melti-spesialisasi).
Jumlah tim untuk investigasi tidak mesti banyak orang karena fungsi dari tim itu sendiri bukan soal pembagian kerja semata, tetapi untuuk saling menjaga substansi cerita. Pembagian kerja hanyalah salah satu strategi menyiasati waktu dan menghindari proses yang lama bila hanya dilakukan oleh satu orang.
  1. Melakukan riset, observasi awal, atau survei
·         Observasi awal atau survei
Seperti halnya riset, ada dua jenis observasi yan akan muncul dalam “teori investigasi”. Pertama, observasi untuk pengumpulan informasi guna menyusun perencanaan—atau bisa juga disebut survei. Kedua, adalah teknik observasi yang digunakan dalm sebuah liputan. Observasi awal untuk menyusun perencanaan (survei), berbeda dengan teknik observasi dalam konteks peliputan (media cetak dan radio). Observasi/survei dalam tahap perencanaan biasanya dilakukan dalam topik-topik yang lebih kompleks dan membutuhkan kerjasama tim dilapangan.
  1. Menentukan angle (fokus) dan merumuskan hipotesis.
Dalam sebuah peliputan investigasi, menetukan sudut bidik liputan (angle), sekaligus fokus ke bagian tertentu yang hendak dicari jawabannya. Untuk menentukannya, jurnalis bisa mendiskusi kan dengan menjawab sebuah pertanyaan fundamental : “apa yang hendak kita ungkap.
Jawaban atas pertanyaan ini sangat penting karena itulah angle yang akan kita garap dan fokus yang akan kita tuju. Tidak ada salah benar dalam merumuskan angle, tetapi yang ada hanya apakah sudah tepat apa yang kita pilih dan paling memuaskan publik saat itu. Memilih angle dalam liputan persis seperti kerja kamera belaka. Sebaiknya sebelum menentukan angle para jurnalis hendaknya mengumpulkan semua informasi dan menyusunnya dalam pohon masalah.
·         Merumuskan Hipotesis
Bila angle bertanya : “ apa yang hendak anda ungkap?”, maka hipotesis akan menjawab pertanyaan itu lalu merumuskan dugaan anda berdasarkan kaitanlogis dan potongan fakta yang sudah ada di tangan.
Sebenarnya kualitas sebuah hipotesis ditentukan oleh : a) Kualitas informasi yang sudah dikumpulkan, dan b) seberapa kuat riset yang dilakukan, baik riset dokumen maupun survei lapangan.
  1. Merancang strategi eksekusi.
Setelah merumuskan hipotesis, langkah selanjutnya adalah merancang strategi eksekusi liputan. Hal ini semacam perancangan skenarioi jalannya “operasi tempur”, anda harus mengantongi beberapa rencana. Perencanaan strategi ini biasanya meliputi siapa melakuakan tugas apa, dimana, bagaimana caranya, apa resikonya dan bagaimana logistiknya.
  1. Menyiapkan skenario pasca-publikasi.
Tips paling mudah untuk menyusun skenario pasca-publikasi adalah :
·         Susunlah daftar potensi ancaman dari yang paling ringan hingga paling berat, lalu buatlah strategi menghadapinya.
·         Buatlah daftar para pihak yang langsung attau tidak langsung akan terimbas dengan hasil publlikasikan cara menghadapinya.
·         Identifikasi siapa saja pihak-pihak yang bisa dimobilisasi untuk memberikan pertolongan, lalu mulai lakukan pendekatan.
Kelima hal diatas bukan suatu urutan berdasarkan logika kerja, kelima hal tersebut bisa saja dilakukan secara acak dan bisa saja dilakukan secara bersamaan.






BAB IV
Action!
            Inti dari action atau eksekusi dalam liputan investigasi sebenarnya “hanya” ada dua tahap
  1. Tahap I : Mencari Bukti Fisik
Bagi media cetak, bukti fisik bisa berupa dokumen, foto, atau hasil observasi silapangan yang dilakukan jurnalis. Dokumen atau arsip adalah material idola semua wartawan. Bukti fisik sendiri berbentuk macam-macam tergantung media yang dipegang oleh jurnalis.
·         3 elemen dalam Pelaksanaan atau Eksekusi Investigasi
a.       Tahap : mencari bukti dan mencari kesaksian
b.      Metode : menelusuri dokumen, menelusuri orang, menelusuri uang.
®    Menelusuri dokumen (bukti material)
Bagi jurnalis televisi atau radio, menelusuri bukti material sama pentingnya dengan media cetak mendapatkan dokumen. Tanpa bukti-bukti primer tersebut, sulit bagi kita untuk membuktikan hipotesis yang telah kita rumuskan sebelumnya.
®    Menelusuri orang (people trail)
Dalam tahap mencari kesaksian, metode yang digunakan adala people trail, yakni menelusuri keberadaan dan jati seseorang atau nara sumber. Ide dasar dari metode people trail dalam investigasi adalah : a) Untuk mengetahui para aktor dalam sebuah kasus dan memilah-milah perannya, b) Menceri keterkaitan antara satu kejadi dan kejasian lain, melalui benang merah orang, c) Menemukan sumber-sumber penting lain bisa membantu wartawan memcahkan kasus tersebut. Kunci dari metode ini sendiri adalah orang.
®    Menelusuri uang (money trail)
Metode menelusuri asal-usul dan aliran arah uang dalam mengungkapkan sebuah kasus juga mejarab. Uang kerap menjadi benang merah atas segala hal. Tapi jurnalis tetap bisa menggunakan instrumen uang sebagai bagian dari metode peliputannya. Tanpa hasil menuding bahwa seseorang menikmati uang dari hasil kejahatan.
c.       Teknik : undercover, observation, surveilliance, embeded atau immerse.
·         5 Unsur dalam Strategi Investigasi :
a.       Tahap yang jelas
b.      Metode yang digunakan
c.       Teknik yang dipakai
d.      Pemilihan sumber daya manusia
e.       Logistik
  1. Tahap II : Mencari dan Mengumpulakn Kesaksian
Tahapan kerja investigasi sebenarnya dapat dibolak-balik tahapnya. Semua itu dilakukan dalam rangka mencari “apa” dan “siapa” yang menjadi pokok galian dalam investigasi. Dalam rangka mengumpulakan kesaksian itulah, jurnalis bisa menggunakan metode people trail. Mengumpulkan kesaksian adalah mencari orang-orang yang bisa membantu kita memcahkan persoalan.
Orang-orang dengan jabatan yang tidak terlalu penting, kadang bisa menjadi narasumber kunci yang memberikan informasi sebagai orang dalam. Secara empirik, jenis-jenis narasumber yang biasa kita temui dalm liputan investigasi adalah :
Ø  Narasumber petunjuk : Whistle blower, orang dalam, the insider.
Ø  Narasumber utama : pelaku, saksi mata.
Ø  Narasumber pendukung : informan, pemberi informasi latar belakan.
Ø  Narasumber ahli : membantu informasi dan pemahaman teknis bidang tertentu dalam sebuah kasus.

1.      TEKNIK PELIPUTAN
Ragam Teknik Penyamaran
Teknik yang paling banyak digunakan dalam kerja investigasi. Dalam investigasi, setelah memutuskan menyamar, kita harus memerinci bentuk penyamaran seperti apa yang akan kita gunakan.
Jenis penyamaran:
1.      Penyamaran melebur – immerse
2.      Penyamaran menempel – embedded
3.      Penyamaran berjarak – surveillance
Penyamran harus logis (masuk akal) dan sesuai konteks lingkungan dan kebutuhannya.
       Observasi
Observasi bisa dilakukan secara terang-terangan.Observasi adalah kegitan mengambil     gambar atau merekam sesuatu.Karena observasi berkaitan langsung dengan pancaindra, maka teknik ini lebih dikenal di media cetak sebagai bekal menulis deskripsi secara detail, faktual, dan menarik.
Decoving Alias Mengecoh
Tenik ini digunakan bila kita ingin mendapatkan akses pada suatu informasi yang berada di pihak tertentu, tapi mereka cenderung ragu atau menutupinya (karena satu dasn lain alasan).

2.        MENGEMAS LAPORAN
Mendapatkan materi liputan (gathering) adalah satu hal, dan mengolah lalu menyajikannya ke publik adalah hal yang lain (production/ processing).
Overview: radio, Cetak, dan Televisi
Jurnalis radio barangkali lebih baik memfokuskan upaya pencarian clip atau insert (dokumentasi rekaman). Yang berbda dengan jurnalis media cetak yang lebih memiliki ruang mengemas informasinya dalam aneka pilihan menu, seperti teks, foto, atau grafis.
“kenali karakter cerita dan jenis medium anda, sebelum memutuskan strategi mengemas laporan.”
Investigasi di televisi, teknik pengemasan investigasi kasus korupsi, konspirasi pembunuhan, atau kejahatan lingkungan membutuhkan strategi pengemasan yang berbeda.Konsep editingnya, cenderung mengikuti alur naskah.
Internet: Paling atraktif!
Sebuah laporan investigasi yang dipublikasi media online (internet) bisa disebut paling atraktif dibandingkan ketiga jenis media konvensional pendahulunya.Melalui internet, sebuah laporan investigasi bisa terdiri dari naskah, foto, aneka grafis, rekaman audio, bahkan video steaming sekaligus. Pembaca bahkan bisa dihubungkan ke artikel atau dokumen lain yang relevan, tanpa perlu “mengotori” artikel utama atau round-up- nya dengan berbagai catatan kaki atau anak kalimat.
Musuhmu dalah panjangmu
Hal-hal yang biasa diperhatikan pembaca saat sedang bimbang memutuskan apakah akan membaca sebuah laporan panjang atau tidak:
1.      Kekuatan judul.
2.      Pengantar (teaser), lead (paragraf pembuka) atau quote (kutipan).
3.      Foto-foto dan keterangannya (caption).
4.      Grafis atau judul tabel.
5.      Kaitan langsung intisari cerita dengan kehidupannya.
6.      Jumlah halaman (panjang pendeknya laporan).
       Gambar kita dalah Musuh Kita
Teaser (perangsang) ini dalam bentuk file yang berisi rangkuman seluruh jalan cerita dalam bentuk gambar/suara. Teaser berupa gambar biasanya berisi cuplikan adegan (scene) yang paling menarik, yang bisa ditonton pemirsa setelah jeda iklan, yang tak lain adalah kelanjutan dari segmen sebelumnya.
Unsur-unsur awal yang mempengaruhi minat penonton/ pendengar televisi/ radio:
1.      Gambar/ suara yang menarik perhatian.
2.      Relevansi berita dengan kehidupan mereka sehari-hari.
3.      Pengantar cerita yang memikat.
4.      Otoritas presenter atau announcer yang mengantarkan cerita.
Jenis Media dan daya Serap Cerita
Esensi jurnalisme adalah menyampaikan pesan agar dipahami publik, maka pemahaman harus menjadi tujuan utama dari sebuah laporan, terutama investigasi. Tanpa pemahaman, laporan investigasi secanggih apa pun tak akan berdampak apa-apa dan sia-sia.
Tenik Penulisan
Menulis naskah untuk media cetak/online, televisi, dan radio memiliki teknik yang berbeda. Media cetak menggunakan bahasa tulis, sedangkan televisi dan radio menggunakan bahasa tutur/lisan.
Jurnalis cetak menulis artikel berdasarkan hasil observasinya dengan membuka pancaindra, sementara jurnalis radio/televisi menulis naskah berdasarkan materi rekaman yang diperolehnya.
Kerangka Cerita Adalah Peta
Peta adalah sebuah rancangan cerita. Sebuah kerangka yang akan memandu kita mengisi “daging-daging” yang telah kita kumpulkan.
Dalam sebuah alur, kerangka cerita biasanya memuat beberapa bagian:
1.      Strategi membuka cerita
2.      Pengantar masalah
3.      Bagian inti masalah
4.      Penjabaran masalah
5.      Klimaks
6.      Kesimpulan dan penutup
Menyusun laporan investigasi adalah mengajak publik berjalan melelui rute yang sama dengan yang pernah kita lewati hingga kita memahami sebuah persoalan.
       7 Elemen Dalam Penulisan
Tujuh elemen yang harus diperhatikan seorang jurnalis media cetak dalam membuat         sebuah tulisan (beberapa disesuaikan dengan konteks tulisan panjang, termasuk investigasi):
1.      Informatif
2.      Signifikan
3.      Fokus
4.      Konteks
5.      Wajah
6.      Bentuk
7.      Suara

7 Kegagalan Dalam Menulis
1.      Gagal menekankan segala yang penting
2.      Gagal menghadirkan fakta-fakta yang mendukung
3.      Gagal memerangi kejemuan pembaca karena terlalu banyak hal yang umum
4.      Gagal mengorganisasikan tulisa secara baik
5.      Gagal mempraktekkan tata bahasa secara baik
6.      Gagal menulis secara berimbang
7.      Gagal mengaitkan diri dengan pembaca.
Waspadai Kata Sifat
Kata sifat bisa digunakan bila:
  1. Jurnalis benar-benar mengalami dan merasakan sendiri melalui pancaindranya.
  2. Memberikan perbandingan.
Diwaspadai jurnalis radio yang juga mengandalkan pancaindra reporternya dalam melakukan observasi. Jurnalis televisi sedikit terbantu dengan adanya kamera gambar telah bercerita lebih banyak daripada kata-kata.

7.KODE ETIK
Salah satu dimnsi yang akan dibahas adalah “efek samping” peliputan dan masalah    kode etik jurnalistik. Efek samping berbeda dengan efek utama. Dalam pemberitaan ada dua elemen pokok: 1) isi beritanya, dan 2) metode pemberitaannya (aspek jurnalistiknya). Efek utama lebih mengacu pada implikasi dari isi berita atau substansi laporan investigasi bagi publik dan berbagai pemangku kepentingan stakeholder)
Ada dua kode etik yang mengatur wartwan Indonesia: (1) Kode etik Jurnalistik (KEJ) yang dikeluarkan dewan Pers; dan (2) pedoman penyiaran dan standar Program siaran yang dibuat oleh Komisi Penyiaran indonesia (KPI).
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolah (UU Pers No. 40/1999, pasal 4 butir 4).
“tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi (penjelasan UU No. 40/1999).
Intinya, wartawan perlu menjelaskan kepada narasumber, berbagai hal yang perlu merka ketahui tentang batas-batas etik dan hukum dalam tugas-tugas jurnalistik. Di sisi lain, wartawan juga tak boleh menelantarkan narasumbernya setelah semua informasinya diserap untuk kepentingan pemberitaan.
Tugas wartawan tidak hanya meyakinkan orang untuk berbicara, tetapi juga menerangkan dampak yang timbul setelah orang itu berbicara, dan ikut memantau apa yang terjadi setelahnya.

Sumber Anonim
            Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.(Kode etik jurnalistik, Pasal 7)
Profesionalisme media, memiliki tujuh kriteria penggunaan sumber anonim:
  1. Sumber tersebut berada pada lingkaran pertama “peristiwa berita”.
  2. Keselamatan narasumber terancam bila identitasnya dibuka.
  3. Motivasi sumber anonim memberikan informasi murni untuk kepentingan publik.
  4. Integritas sumber harus diperhatikan.
  5. Penggunaan sumber anonim harus seijin atasan (editor) agar mekanisme peratnggungjawabannya jelas.
  6. Keterangan sumber anonim ddidukung dua sumber lain yang tidak saling berhubungan.
  7. Adanya perjanjian dengan sumber anonim bahwa kesepakatan kerahasiaan bisa batal bila belakangan terbukti keterangan mereka berbohong, sehingga wartawan akan membuka identitas sumber informasinya.
Mencuri Materi
      Bila dokumen itu dipublikasikan sebelum dialporkan, ada risiko yang akan terjadi, seperti: (1) terkena delik mengetahui rencana jahat, tetapi tidak melaporkan (pembiaran), (2) karena tak memiliki teknologi yang memadai untuk melakukan verifikasi, maka wartwan bisa salah mengambil kesimpulan dan menimbulkan kepanikan umum.
Etika Menyamar dan Merekam Diam-Diam
Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. (Kode etik Jurnalistik, Pasal 2, penafsiran h)
Tugas wartawan adalah bersikap transparan kepada setiap individu, tidak saja karena mereka berhak mengetahui dan berhak untuk tidak disesatkan, tetapi karena wartwan juga harus melakukan konfirmasi atas apa yang diperolehnya kepada subjek yang bersangkutan.
Bila merujuk kepada Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, maka hanya ada dua alasan yang membuat praktik penyamaran dibenarkan:
1.      Demi kepentingan publik.
2.      Tak ada cara lain untuk mendapatkan informasi.
     Percakapan Telepon
Dalam menyiarkan hasil wawancara telepon, baik langsung maupun rekaman,       lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a.       Sebelum wawancara dilakukan, lembaga penyiaran harus memperkenalkan diri dan menyatakan tujuan wawancara kepada pihak yang akan diwawancara.
b.      Penyiaran wawancara telepon atau rekaman harus atas sepengetahuan dan persetujuan dari pihak-pihak yang diwawancarai.
Teknik yang bisa digunakan wartawan adalah memperkenalkan diri sebagai wartawan dan menyebut medianya, begitu telepon di angkat. Teknik lain adalah mengajak berbicara dahulu secara panjang lebar agar narasumber santai, baru kemudian meminta izin mengutip atau menyiarkannya.
Kamera Tersembunyi dan Privasi
Menurut pedoman perilaku penyiaran, terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi:
1.      Siaran rekaman tersembunyi dilarang, kecuali menyangkut kepntingan publik.
2.      Perekaman tersembunyi hanya diperbolehkan di runag publik
3.      Dalam menyiarkan materi rekaman tersembunyi, lembaga penyiaran bertanggung jawab untuk tidak melanggar privasi.
4.      Rekaman tersembunyi untuk program siaran hiburan harus memenuhi ketentuan:
-          Meskipun materi yang direkam buka sesuatu yang serius, lembaga penyiaran harus tetap menjaga hak privasi.
-          Orang yang menjadi subjek rekaman harus dimintai izin sebelum hasil rekaman disiarkan.
-          Orang yng menjadi subjek, mempunyai hak untuk  menolak hasil rekaman disiarkan.
-          Jika subjek ingin menghentikan perekaman, pihak Lembaga penyiaran harus mengikutinya.
-          Rekaman tersembunyi tidak boleh digunakan dalam siaran langsung (Live).
-          Rekaman tersembunyi dengan penyadapan telepon tidak boleh disiarkan oleh Lembaga Penyiaran, kecuali materi yang dimaksud merupakan barang bukti pengadilan.
     Wajah tersangka
            Tersangka adalah orang yang baru disangka bersalah, tapi belum tentu bersalah. Pedoman perilaku penyiaran sendiri mengatur tentang wajah tersangka:
“Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.”
Rekonstruksi Atau Reka Ulang Adegan
            Ada sejumlah syarat ketat yang diatur pedoman Perilaku penyiaran dalam penggunaan rekonstruksi:
  1. Adegan rekonstruksi kejahatan yang eksplisit dan terperinci tidak boleh disiarkan.
  2. Kejahatan seksual dan pemerkosaan sama sekali tidak boleh disiarkan.
  3. Siaran rekonstruksi kejahatan harus memperoleh izin dari korban kejahatan, atau pihak yang dapat dipandang sebagai wakil korban.
  4. Memperlihatkan modus kejahatan secara eksplisit dan terperinci dilarang.
  5. Memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh disiarkan.
Sequence adalah potongan-potongan gambar yang menunjukkan aktivitas tertentu secara runtut atau kronologis, dan tidak melompat-lompat atau alur gambar yang terbalik.

ANALISIS

Dalam melakukan liputan investigasi, jurnalis memang kerap harus melakukan penyamaran seperti intel atau mata-mata. Ini memang salah satu teknik peliputan, dimana yang kedua adalah observasi. Menurut Dandhy, penyamaran sendiri masih terbagi 3: melebur, menempel, dan berjarak. Di sini terlihat bahwa menjadi jurnalis tak cukup hanya punya kemampuan menulis atau mengambil gambar saja, tapi juga pendekatan interpersonal dan intelejensia yang tinggi.
Meski banyak memaparkan pengalamannya sebagai jurnalis investigasi, Dandhy juga berupaya merumuskan penjelasan secara teoretis.Ia menggunakan berbagai tabel dan pointers sebagai alat bantu.
Di tangan penulis, laporan investigasi menjadi sangat menggairahkan karena sedikitnya dua hal: pertama, kenyataan bahwa kita tak selalu harus belajar jurnalisme dan investigasi bermutu dari pengalaman jurnalis media asing. Kedua, kesadaran baru yang merobohkan arogansi bahwa investigasi tak selalu berakhir dengan kejatuhan Presiden Richard Nixon dalam Watergate, Akbar Tandjung dalam Buloggate, atau soal-soal high politics lainnya.

KESIMPULAN

Kita bisa mengembangkannya di lapangan dan bisa belajar dari pengalaman orang lain. Semua yang mengaku wartawan pasti paham, bahwa setiap kasus dan keadaan adalah unik.” Dari buku ini, kita bisa belajar dari pengalaman Dandhy dan sejumlah jurnalis lain yang menjadi narasumbernya. Juga tentu saja buku ini telah menjadi buku “teori jurnalistik” tersendiri, meski isinya banyak berdasarkan pengalaman.Karena begitu dibakukan dalam bentuk buku, maka pengalaman itu telah jadi teks dan jelas telah berubah menjadi teori.Pendeknya, buku ini sangat perlu dimiliki oleh semua jurnalis yang ingin senantiasa mengembangkan diri.
Pada akhirnya penulis mengingatkan kita bahwa investigasi merupakan nyawa dan teknik jurnalistik yang bisa berguna untuk topik sehari-hari menyangkut suap-menyuap di terminal agar pelanggaran lalu lintas menjadi boleh, robohnya jembatan kecamatan karena korupsi, atau bahkan soal jual-beli limbah rumah sakit.
Satu-satunya kelemahan buku ini, bagi saya, adalah pengakuan penulisnya sendiri.Bahwa selain dirinya telah menjadi korban industri media mapan, kenyataan bahwa ternyata pembunuh utama tradisi jurnalisme investigasi di Indonesia sering kali adalah logika pasar seturut dengan selera pemilik media yang merasa boleh sering-sering membelakangi kepentingan publik demi rating.


No comments:

Post a Comment